Alkisah ada sepasang suami istri. Mereka berdua sangat berbeda dalam banyak hal, tapi mereka bisa mengatasi perbedaan itu dan akhirnya menikah. Sang istri lebih tua setahun dari suaminya, berasal dari keluarga kaya. Si istri tipikal perempuan yang polos, kutu buku, pintar secara akademik, akhirnya jadi dokter gigi, dan sebagaimana kebanyakan perempuan macam itu, secara tampilan fisik ga terlalu menarik. Haha. Si perempuan ini wajahnya biasa aja (ga cantik). Sementara sang suami yang lebih muda, ganteng banget, badannya bagus, tapi nakal, playboy, waktu muda kerjanya main, gonta-ganti pacar, cuma lulusan sma, berasal dari keluarga miskin pula. Sebelum menikah, si perempuan biasa jadi “dompet” cowoknya, kalau belanja atau makan, dia yang bayar. Si cowok ini berhubung dia ganteng dan badannya bagus, dia tertarik menjadi model dan ikut sekolah modeling. Itupun pakai uang pinjaman.
Meskipun ditentang keluarga dari kedua belah pihak, akhirnya mereka menikah. Kawin lari. Si cowok yang biasa hidup semaunya tiba-tiba memiliki tanggung jawab untuk menghidupi anak orang. Si cewek yang biasa hidup enak, rumah mewah, duit banyak, rela meninggalkan semuanya dan tinggal di kontrakan murah. Karena harus menafkahi diri sendiri dan istrinya, si cowok berhenti sekolah modeling (yang memang belum menghasilkan duit) dan kerja di pabrik. Tiap pagi berangkat pakai jas dan dasi, padahal kerjanya di pabrik, cuma demi istrinya bangga melihat suaminya jadi sallary man yang bertanggung jawab pada keluarga. Di pabrik dia tidak disukai teman kerjanya karena selain kerjanya ga becus, dia juga diterima di situ karena dimasukkan oleh pemilik pabriknya yang kebetulan pacar kakaknya. Akhirnya karena tidak cocok kerja di pabrik, dia beralih jadi supir taksi. Seorang anak badung yang kalau kepepet suka nyolong duit emaknya, kerjanya main-main waktu muda, menjadi seorang pekerja kasar meskipun terpaksa, demi cari nafkah keluarga.
Suatu hari ada kesempatan lagi untuk jadi model. Dia ditelepon oleh temannya di sekolah modeling dulu, ada tawaran khusus untuknya untuk menjadi model katalog. Tapi dia sudah bertekad untuk keluar dari dunia modeling karena istrinya ga setuju. Istrinya melihat modeling tidak memberikan prospek yang bagus untuknya. Tanpa disangka, suatu malam, sambil mijetin kakinya, istrinya bilang
“aku membuat keputusan yang salah. Aku melakukan hal yang aku suka, tapi kamu tidak. Rasanya kejam kalau aku tidak membiarkan kau melakukan hal yang kau inginkan.
Aku tidak bisa menunggu selamanya, tapi aku akan menunggumu selama satu tahun. Berusahalah semaksimal mungkin sebagai seorang model selama satu tahun. Tapi jika kau tidak sukses juga, maka berhentilah tanpa ada penyesalan.”
Akhirnya si suami kembali menjadi model dan ternyata sukses. Dia bisa menghidupi keluarganya dari pekerjaannya sebagai model. Dan dengan itikad yang baik dan tanggung jawabnya yang sudah terbukti, akhirnya mereka mendapat restu dari orang tua mereka.
Sesungguhnya kisah ini hanya pendahuluan saja, belum masuk ke pembahasan utama, hahaha. Kisah suami istri ini hanyalah cerita di drama korea (pasti udah pada bisa nebak). Saya tonton drama ini hampir 10 tahun lalu, tapi kisah pasangan ini membekas banget, bahkan lebih menarik daripada kisahnya pemeran utama.
Saya merasa gagasan “tidak bisa menunggu selamanya, tapi memberi kesempatan setahun” menarik sekali. Satu pertanyaan muncul dan sampai sekarang saya tidak tahu jawabannya “adakah usaha itu berbatas waktu?”. Mungkin ada sebagian dari kita yang pernah mengalami, berusaha untuk mendapatkan sesuatu tapi tidak kunjung berhasil. Kalau anda tidak pernah, saya sering. Hehe. Pilihannya cuma 2, meneruskan usaha, atau menyerah dan mengambil jalan lain.
Sering orang bilang, sukses adalah gagal + 1. Kalau gagal, usaha lagi, karena bisa jadi sukses hadir tepat setelahnya. Tapi pernahkah anda, usaha lagi, tapi ga ketemu sukses juga? Maka, mungkin sukses adalah gagal + tak hingga. Pertanyaan saya, sampai di mana kita berusaha? Jika sidang pembaca tahu jawabannya, sudilah menjawab di kolom komentar di bawah.
Saya jadi berpikir memberi batasan waktu pada sebuah usaha rasanya lebih masuk akal. Usaha mati-matian jadi model selama setahun, kalau masih ga berhasil juga, mending cari pekerjaan lain saja, contohnya. Apakah ini jalan yang ditempuh orang-orang yang berputus asa?
Ketika saya bilang memberi batasan waktu untuk sebuah usaha, bukan berarti ketika sampai pada batas waktu yang ditentukan kemudian kita cuma leha-leha dan putus asa. Tapi yang dilakukan setelahnya adalah mengalihkan usaha pada bentuk yang lainnya. Misal usaha di bisnis kuliner, tapi bangkruuuuut terus. Mau terus-terusan bisnis kuliner? Atau memilih untuk berhenti dan melakoni bisnis yang lain? Atau misalnya ikut spmb ambil kedokteran tapi gagaaaaal terus. Mau terus-terusan pilih kedokteran atau berhenti pada satu titik dan pilih jurusan lain?
Serius ini mah tulisan isinya pertanyaan. Silakan bantu dijawab.