Merasa familiar dengan kalimat ini? Memang bukan kata-kata saya sendiri. Saya menirunya dari judul sebuah artikel yang pernah saya baca di Koran. Di artikel itu dituliskan bahwa jaman sekarang ini banyak bermunculan komunitas-komunitas baru dan menjadi bagian dari sebuah komunitas seperti sebuah trend baru di masyarakat. Komunitas yang dicontohkan di artikel tersebut adalah bike to work dan jalan sutra (saya cuma inget 2, maklum, bacanya sudah lama sekali).
Menjadi bagian dari sebuah komunitas (atau bias juga disebut kelompok, club, atau mungkin jama’ah) memang banyak manfaatnya. Seperti yang smile pernah ceritakan di blognya. Baru 3 bulan dia menggunakan Bajaj Pulsar, dia mendapatkan banyak pengalaman baru di jalan. Sapaan bahkan pertolongan dari pulsarian lain ketika kesulitan, seperti memi;liki saudara-saudara baru di jalan raya.
Adalah hal yang sangat lumrah ketika seorang manusia suka berkumpul dengan manusia lain yang memiliki kesamaan dengannya. Seperti halnya bebek yang lebih nyaman berkumpul dengan saudaranya bebek lain ketimbang jalan bareng dengan kerabatnya si angsa. Makanya komunitas-komunitas itu terbentuk. Makanya komunitas-komunitas itu ada membernya.
Bukan berarti keberadaan komunitas dan menjadi bagian dari komunitas melulu membawa keuntungan dan kebaikan. Misalnya rasa kebanggan yang berlebihan terhadap komunitasnya sehingga menumbuhkan arogansi terhadap komunitas lain, eksklusivitas, dsb. Tapi saya sedang ingin membahas salah satu keuntungan menjadi bagian dari komunitas yang saya rasakan.
Yaitu ketika bertugas di lantai 5 di sebuah rumah sakit 2 pekan lalu. Di situ, mahasiswa FIK UI yang praktik ada profesi (s1), aplikasi (S2), dan residensi (S2). Salah satu mahasiswa residensi adalah seorang perawat rumah sakit tsb dan memegang jabatan di struktur cukup tinggi. Di saat kami masih ewuh parkeweuh (bener ga?) dengan perawat-perawat lain di ruangan, ibu itu justru yang dihormati sama perawat situ.
Beliau, sebagai seorang mahasiswa juga yang praktik disitu juga, mengajak kami semua (mahasiswa FIK UI) yang praktik disitu untuk melakukan pre conference dan diskusi sesame kami sebelum memulai praktik. Saya yang masih bodoh dan berpengetahuan lebih sedikit dari mereka ini merasa sangat terbantu dengan adanya diskusi ini (apalagi kami miskin bimbingan, hiks!). satu hal yang paling saya suka adalah kata-kata beliau di tengah diskusi, ketika kami yang masih S1 ini kadang ragu dan planga-plongo kalau ditanya “ ayo jangan malu-malu, kita ini diskusi, saling membantu aja, kita ini kan satu almamater”.
Oow..untuk pertama kalinya saya sungguh merasakan manfaat konkrit dari “menjadi satu almamater”, duduk 1 meja dan diskusi dengan mahasiswa-mahasiswa S2, dan mendapat banyak ilmu disana. Meskipun aktivitas itu hanya berlangsung di lantai 5, dan tidak terjadi di lantai yang lain (karena ngga ada yang memprakarsai juga sih), setidaknya membuat saya berani dan cuek untuk SKSD dengan ibu-ibu atau bapak-bapak aplikasi dan residensi yang saya temui di lantai-lantai berikutnya, Tanya-tanya hal-hal cemen, diskusi kasus pasien yang saya kelola, minta temenin kalau mau melakukan tindakan, atau malah curhat-curhat tentang kesulitan-kesulitan saya selama profesi ini, padahal kami baru ketemu di situ. Ah, kita ini kan satu almamater, jadi harus saling membantu kan?
Satu almamater yeuh 😀 :p
yow..yellow jacket without beringin 😀
Diah diomelin ama boss satu almamater…Bos: jangan malu2in nama UIDiah:loh Pak, Diah kan PNJ, bukan UIBos: sama ajah, bawa nama UI jugaDiah: …..*bingung mo ngeles apa lagih*
Ga mau include lebih dalam dgn suatu komunitas. Tapi merasa dapet manfaat dengan kehadirannya. Bingung2 deh tuh memaknainya gimana :p
itu ga enaknya..kemana-mana kaya manggul rektorat, beraaat…hehe
kaya judul tarbawi jadul"siapkah kita hidup berjamaah?" hoho
That's the point!Gw suka merasa blum paham sama aturan jamaah 😀
ahahaha…tapi sayangnya dirimu udah kecemplung :pgw juga orang yang males gabung dengan komunitas, misalnya di mp nih, ada ak*, m*, dan yang terbaru a*d, hehehe
Selama komunitas itu gk ekslusif, hanya membagi pertolongan dan kebermanfaatan kepada anggotanya, sy pikir gk masalah..Tapi masalahnya ada gk ya komunitas seperti itu. Bahkan terkadang, komunitas tarbiyah pun berlaku ekslusif..
Sepakat ama kak ai..
Kayanya eksklusifitas agak tak terhindarkan deh. Meskipun kita pengennya ga eksklusif, tapi orang luar ngeliatnya begitu mungkin bisa jadi karena "tampilan luar" yang emang beda dari nonkomunitas
@aishachan. Sepakat sama yang mana? Ai nulis banyak tuh
*menyimak*
Komen ka ai yang pertamaaa hehe
jangan lupakan BF… ^ _ ^
alhamdulillah cuma terkadang… qeqeqeqe
sama kayak di kampus aja, aturan2nya banyak…kalo ga setuju sama aturannya, tinggal pindah kampus kan? ^ ^
@carrot. Komunitas apaan tuh? Ga eksis pisan. Hehe
@aishachan. Bisa dibilang curang ga si? Mau manfaatnya tapi gamau ikutan berkorbannya?
komunitas jadul sih, jaman 90-an gitu deh…eksistensinya akan dihidupkan kembali^ o ^
sekarang udah?
kalo udah mau gabung??
nanya doang, biar kesannya care :p